Setelah kurang
lebih 6 bulan nggak ketemuan, akhirnya hari ini aku dan 5 sahabat SMA-ku
sepakat untuk bertemu sekedar untuk makan siang bareng dan ngomongin orang buat
ketawa. Oke jahat, maaf ya, begini lah kami. Hanya ada dua hal yang bisa bikin
kami tertawa lepas, yaitu kebodohan diri sendiri dan kelakuan orang lain yang
menurut kami sedikit ‘absurd,’ tuh kan jadi kemana-mana, ya intinya saat itu
kita ketemuan di salah satu Café di daerah Bandung Utara.
“sorry ya, aku nggak bisa lama nih,
kasian ibu di rumah nggak ada yang bantuin, soalnya kan mas Rizki kan lagi
sakit, jadi nggak ada yang bisa di maintain tolong.” Ucap Rizka, salah satu
temanku yang langsung kita jawab dengan anggukan.
“eh Ka, emang mas
Rizki sakit apa? Bukannya lagi di luar pulau ya?” tanya salah satu temanku.
“TBC sih
katanya, tapi nggak tau juga. Tadi ke dokter tapi kan lagi libur, jadi cuma
diperiksa sama dokter jaga.”
“oh gitu, ya
ampun..cepet sembuh yaaaa” kataku akhirnya berkomentar.
Singkat cerita,
beberapa hari kemudian, akhirnya mas Rizki masuk rumah sakit dalam keadaan koma.
Aku, yang notabenenya tau atau bisa dibilang kenal sama doi jelas kaget,
apalagi kalau nginget umur mas Rizki yang masih sangat muda, 26 tahun. Mendengar
kabar itu aku langsung kirim pesan singkat online (Line Messanger), kira-kira isinya seperti ini,
“Kaaaaaa, aku
udah denger kabarnyaa, sabar ya sayang, pasti sembuh dan InsyaAllah, doain
terus yaa mas Rizkinya. Doa aku juga dari jauh. Be strong, beautiful.”
Yang cuma dia
bales,
“iya Ni, makasih
yaaaa. Aamiin, mohon doanya.”
Setelah beberapa
minggu kemudian, sempat ada rencana untuk menjenguk ke rumah sakit, namun
karena waktunya nggak pas, jadi rencana itu gagal. Tidak terasa sudah kurang lebih 3 bulan mas Rizki di rumah
sakit dalam keadaan koma, dan selama 3 bulan itu, tidak sekalipun aku menjenguk
ke rumah sakit.
Sampai akhirnya,
suatu hari Rizka mengirim message di Group Line, kurang lebih isinya seperti
ini,
“mas Rizki udah
dipanggil sama yang Di Atas tadi jam 10.20 pagi, mohon doanya yaa..”
“Innalillahi..ya Allah..” hanya dua kata
itu yang bisa keluar dari mulutku, kaget banget rasanya, jujur nggak nyangka
sih sebenernya, karena nginget umurnya yang cuman beda 3 taun aja sama aku, its really-really shocked me! Jujur, aku
sendiri sedikit menyesal nggak sempat menjenguk, mengingat aku cukup dekat
dengan keluarganya.
Aku dan
teman-teman baru bisa datang ke rumah duka keesokan harinya, diluar semua
ketabahan yang terlihat dari keluarga kecil itu, aku belajar satu hal, semua
hal ini mungkin terjadi. Apapun yang Tuhan kehendaki ya akan terjadi, mungkin
memang benar pepatah yang mengatakan bahwa ‘umur hanyalah sebuah angka.” Nggak berarti
orang yang masih muda akan terhindar dari maut, dan sebaliknya orang yang udah
bisa dikatakan tua belum tentu dekat dengan maut juga, banyak kan para
uyut-uyut kita yang berumur 100 taun tapi masih sehat bugar?
Ini tuh buatku
kayak cermin, apa aja sih yang udah jadi perbekalan ku? Apa aja yang udah aku
siapkan? Terkadang, kita sebagai anak muda terlalu naif, bahwa umur kita masih
panjang, kita masih bisa hidup seenaknya, bahkan sampai lupa hal simpel kayak menjaga
kesehatan. Seharusnya ini bisa jadi pelajaran supaya kita bisa lebih aware sama hal beginian.
Melihat ketegaran
keluarga Rizka, aku juga belajar satu hal, terkadang kita nggak bisa ngelakuin
apa-apa kecuali menerima dan ikhlas. Ikhlas emang susah sih, but if that only way? Dengan menerima
suatu hal yang berat, aku pribadi yakin, itu akan membuat kita lebih kuat dan
bijaksana di waktu yang akan datang. By
the way, Stay Strong, Ay :*
“terkadang, kita
harus merasa susah dulu untuk menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya.”