“yesterday is a history, tomorrow is a mystery, and today is a gift.”
Matahari pagi ini membangunkan diriku dari tidur nyenyakku. Pagi ini aku tidak segirang biasanya, mengingat apa yang telah terjadi padaku semalam. Seperti biasa aku memeriksa telepon genggamku, tidak ada pesan atau pun telepon yang tak terjawab. Kemudian aku memutuskan untuk mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Di kamar mandi lagi-lagi aku terdiam, merenung mengingat apa yang telah terjadi padaku. Aku berpikir salahkah keputusan yang sudah kubuat kemarin sore? Namun aku langsung menghilangkan pikiran itu dan cepat-cepat untuk mandi. Pukul 06.10 aku berangkat sekolah seperti biasa, namun dengan perasaan yang tidak biasa.
Sesampainya di sekolah aku langsung mengahmpiri teman-temanku seperti biasa, saat aku sampai mereka langsung menodongku dengan berbagai macam pertanyaan.
“Ni, ko bisa sih? Kenapa? Kamu nangis gak?” seperti itulah kira-kira pertanyaan mereka. Dan aku hanya menjawab dengan senyuman dan bekata, “nangis lah!” mereka pun langsung menenangkanku semampunya mereka. Tapi memang pada saat itu aku sedang tidak ingin menangis.
Tak terasa bel berbunyi, yang menandakan latihan Ujian saat itu dimulai. Aku langsung menuju ruanganku. Selama 4 jam aku melakukan latihan ujian dan akhirnya waktu untuk pulang datang juga. Ini yang membuatku sangat berbeda dengan hari biasanya. Tidak ada kata pamit yang keluar dari bibirku untuknya saat itu. Di perjalanan menuju tempat les teman-teman memaksa aku untuk bercerita apa yang terjadi padaku kemarin sore, dengan nada sedikit malas aku putuskan untuk bercerita kepada mereka.
Mereka pun langsung berkomentar, “haduu, neng sabar yaa.” dan “wiw, kok dia gitu?” masih banyak lagi sebenarnya. Mendengarnya aku hanya senyum saja, tanpa berkata apa-apa.
Pada malam hari setelah aku menjalani hari yang cukup berat aku merasa sangat kesepian, tak ada lagi pesan di telepon genggamku yang berisi perhatian-perhatian darinya untuku, tak ada lagi kata-kata puitis yang keluar dari bibirnya yang dia berikan hanya untuku.
Setelah kejadian itu aku merasa menjadi seseorang yang sangat berbeda, menjadi orang yang pendiam, semakin tidak peduli dengan lingkungan sekitar, dan yang sangat terlihat aku menjadi orang yang kasar dari sebelumnya. Aku juga tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi pada diriku ini. Aku jadi lebih sering membicarakan orang lain yang notabenenya adalah adik kelas ku dan sebagai mungkin pengganti diriku di hatinya. Sampai aku pernah menyindir dia di salah satu social site, dengan kata-kata yang cukup kasar. Salah satu temanku pernah menyindirnya secara langsung dengan kata-kata yang cukup menyakitkan, mungkin karena faktor senioritas juga, tapi tentunya ada faktor lain yang membuat aku dan beberapa temanku melakukan semua itu.
Jujur, butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa itu semua salah dan menerima semuanya dengan lapang dada. 9 bulan itu bukan waktu yang sebentar untuk menjalani hidup bersama seseorang, apa lagi yang awalnya aku tidak memiliki perasaan yang istimewa hingga sangat menyayanginya. Setiap aku membuka salah satu social site itu, aku selalu menyempatkan untuk masuk ke profilnya. Terlalu istimewa dirinya untukku, terlalu indah kenangan-kenangan yang aku lalui bersamanya, dia terlalu sabar untuk menghadapi sifat ketidakpedulianku ini, banyak hal baru yang aku dapat dari dia, dia mengajarkan banyak hal yang membuat aku lebih dewasa. Selama ini aku tidak pernah melalui suatu hubungan yang lebih dari 2,5 bulan. Tapi dengannya bisa bertahan hingga 10 bulan kurang 5 hari. Salut untuknya.
“did it happen when we first kissed? ‘cause it’s hurtin’ me to let it go. Maybe ‘cause we spent so much time and I know that it’s no more. I shoulda never let you hold me baby. Maybe why I’m sad to see us apart. I didn’t give to you on purpose. Gotta figure out how you stole my heart.” (Rihanna- Cry)
Sepenggal lagu diatas sangat menggambarkan perasaanku saat itu. 30 hari setelah kejadian itu dia menemukan pengganti diriku di hatinya, dia adalah wanita yang notabenenya adik kelasku sendiri, yang sudah aku curigai sebelum kejadian itu terjadi. Meskipun dia sudah mendapatkan pengganti diriku, kita masi berteman sangat baik, walaupun sering sekali bertengkar. Kita masih suka membahas hal yang seharusnya tidak perlu dibahas lagi. Hal-hal itu sebenarnya membuatku makin sulit untuk melupakan dan merelakannya. Seperti saat itu, dia mengingatkan aku bahwa harusnya kita merayakan satu tahunan. Jahat memang, dia mengingatkanku tanpa bisa memberi hal itu padaku. Pada awalnya aku tidak merelakan kepergiannya, namun akhirnya aku menyadari bahwa akan tiba saatnya dimana aku harus berhenti mencintainya bukan karena dia tidak mencintaiku, tapi saat aku sadar bahwa dia akan lebih bahagia tanpa aku. Walaupun aku menyadarinya tapi aku belum tahu kapan hal itu akan terjadi.
“aku tahu, dirimu kini telah ada yang memiliki tapi bagaimanakah dengan diriku. Tak mungkinku sanggup untuk kehilangan dirimu. Aku tahu bukan saatnya tuk mengharap cinta darimu lagi tapi bagaimanakah dengan hatiku. Tak mungkinku sanggup hidup begini tanpa cinta darimu.” (Rossa-Tega)
Aku masih mengharapkan dia kembali, mengingat dia pernah berkata bahwa saat dia siap untuk menjalani semuanya dengan serius, dia akan kembali padaku. Aku sering bepikir salahkah jika aku masih mengharapkan dan menunggunya untuk kembali? Haruskah aku mempercayainya?? Aku pun belum mendapatkan jawabannya.
Namun saat ini aku sudah sedikit merelakannya, seperti pepatah bilang cinta tak harus memiliki. Aku menyadari mungkin aku bukan yang terbaik untuknya, aku tidak bisa membuatnya bahagia seperti apa yang pernah dia katakan pada saat itu, tepatnya sehari sebelum kejadian itu terjadi. Sekarang sudah tidak ada dendam dihatiku. Semua itu terjadi karena aku percaya bahwa disaat orang yang kita sayangi pergi, biarkan dia pergi. Karena suatu saat nanti dia pasti akan memohon padamu untuk menjadi orang yang terpenting dalam hidupmu lagi. Mungkin terdengar seperti aku masih mengharapkannya, tapi biarlah waktu yang menjawab.
“engkau bukanlah segalaku, bukan tempat tuk hentikan langkahku, sesudah semua berlalu biar hujan menghapus jejakmu.” (Peterpan-Menghapus Jejakmu)
Bukan hal mudah untuk melakukan semuanya. Tapi jika aku tidak mencoba, aku tidak akan tahu hasilnya apakah aku lupa akan dirinya atau tidak. Aku paham bahwa aku harus melangkah maju. Aku tidak mau dan tidak bisa begini terus. Terjebak dalam situasi yang tidak aku suka. Sekarang aku sudah cukup bahagia dengan apa yang sudah aku dapatkan saat ini, teman-teman, keluarga dan seseorang yang sudah membuatku sedikit lupa dengan dia.
Tertutup sudah buku itu, akan kujalani hidup baru bersama ataupun tanpanya. Akan ku isi lembar-lembar baru dengan cerita yang kuharap lebih indah dan menyenangkan. Menjadikan semua itu pengalaman yang paling indah, dan menjadikannya pelajaran agar aku bisa menjadi manusia yang lebih baik di kemudian hari. Dia saja bisa bahagia, kenapa aku tidak??
“yang paling menyakitkan dari mencintai seseorang itu adalah saat orang yang kita cintai memberikan cintanya kepada orang lain dan kita menyadari bahwa dia tidak bahagia saat bersama kita.”
2 comments