“ketika menerima
adalah jalan terbaik”
“kamu kok lemah sih? Katanya gak pernah mau kalah dari aku?” tanya hati
sontak setelah mata ini membaca beberapa tulisan di layar komputer.
“baiklah, hati yang tidak pernah mau kalah. Untuk kali ini aku mengaku
kalah, dan tidak bisa menandingi kekuatanmu.” Jawab logika, pasrah.
“gimana sih, kamu yang dulu keras kepala tidak mau aku kalahkan.
Sekarang, udah gini kamu angkat tangan. Bantu aku untuk mencapai kestabilan
lagi dong.” pinta hati.
“aku harus berbuat apa? Dari dulu aku sudah bilang, jaga dirimu, jangan
jatuh terlalu dalam. Susah untuk kembali. Sekarang semua itu terjadi kan?”
“lalu aku harus bagaimana? Rasanya sangat tidak menyenangkan. Walaupun
semua ini belum pasti, tapi aku selalu merasa ada yang janggal. Duh jadi aku
gak enak, too sensitive.”
“ya itu lah dirimu, sifat dasarmu itu bisa menjadi hal terbaik darimu,
atau sebaliknya. Semua tergantung bagaimana kamu menuangkannya. Sudah lah,
mungkin saat ini memang sudah saatnya untukmu menerima. Karena jika kamu terus
berusaha mengelak itu semua, kamu akan semakin lemah dan sakit.”
“tapi bagaimana jika semua itu hanya karena sifatku yang terlalu
sensitif ini?”
“itu semua hanya waktu yang bisa menjawabnya, pasrahkan saja pada waktu
dan aku akan tetap membantu untuk mencari jawaban dari semua pertanyaan ini.”
Andaikan kedua hal terpenting dalam diri manusia ini bisa saling
menyalahkan, saling mengeluarkan semua ‘unek-unek,’ pasti mereka sering banget
berceloteh. Hidup kita akan lebih berwarna, mungkin kejadian-kejadian seperti
diatas nggak akan terjadi lagi, karena mereka berdua sudah melakukan
koordinasi.
Ah sudahlah, kenapa berharap hati dan logika bisa berkoordinasi dan
mencari jalan tengah? Ini sama saja kita berharap mendapat jawaban dengan
bertanya pada rumput atau bahkan anak bayi yang belum bisa bicara sama sekali.
Mungkin ini semua ada tujuannya, ya, kita dipaksa untuk menerima. Ketika
kita udah nggak bisa complain ke siapa-siapa, udah nggak tau harus ngomong ke
siapa, udah nggak tau harus curhat bahkan marah ke siapa, memang menerima lah
jalan yang terbaik.
“menerima itu sulit, tapi terus berharap pada hal yang salah itu lebih
sulit.”
2 comments