“When marrying, ask yourself
this question: Do you believe that you will be able to converse well with this
person into your old age? Everything else in marriage is transitory.” - Friedrich Nietzsche
Seperti yang aku bilang sebelumnya, tuntutan akan terus bertambah sejalan
dengan bertambahnya usia seseorang. Dari mulai Cuma sekedar naik kelas, lulus
kuliah, kerja, menikah, dan seterusnya.
Atasanku di kantor pernah bertanya, “Ni, kapan lo nikah?” aku menjawabnya
hanya dengan tawa.
Setiap kali aku bertemu dengan beberapa teman, tema pernikahan ini menjadi trending topic nomor satu di dalam
pembicaraan kita. Beberapa teman pun sudah menikah dengan pilihannya, entah
teman kuliah, SMA, SMP, bahkan SD sekalipun. Mungkin memang sedang trend untuk menikah muda, eh atau memang
wajar ya menikah di usia 23-24 ya? Dan aku yang aneh?
Sebuah survey mengatakan bahwa rata-rata usia perkawinan saat ini hanya 7
tahun. Percaya? Buat aku pribadi agak sulit rasanya untuk nggak percaya,
apalagi dengan banyaknya kasus perceraian di TV. Oh mungkin, selain trend nikah muda mungkin menjadi
janda/duda muda pun sudah jadi trend baru
sekarang?
Bukan, bukan aku ngga menyetujui keinginan seseorang untuk menikah muda,
nggak sama sekali. Aku sebenarnya mendukung dan sangat ingin juga menikah di
usia sebelum kepala 3. Aku sendiri sangat menyayangkan dengan hasil penelitian
di atas, miris mendengarnya.
Kata Marriage atau pernikahan sendiri memiliki arti upacara
pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan
maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma
sosial. Ya, sebuah pernikahan adalah sebuah pengingakatan janji yang dilakukan
oleh dua orang (beserta keluarganya). Terkadang apa yang kita lupa bahwa
pengikatan janji itu tidak berbatas waktu, apa yang mereka ucapkan di depan
KUA, Wali Nikah, Saksi dll adalah berlaku untuk seumur hidup.
Salah seorang kerabat pernah berkata "nikah itu bukan cuma sekedar
seneng-seneng aja, atau buat menghalalkan apa yang sebelumnya haram. Nikah itu lebih serius daripada itu
semua." Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua kepala, di Indonesia yang
budaya timurnya sangat kuat, pernikahan itu adalah proses menggabungkan dua
keluarga besar, budaya, agama, kepercayaan, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Hal-hal yang terdengar sepele ini terkadang bisa menjadi masalah besar ketika
kita nggak mempersiapkan diri dari awal.
Ada istilah 'janganlah menikah kalau belum siap.' kurang lebih saya pribadi
setuju dengan pernyataan tersebut, kita memang harus benar-benar mempersiapkan
segala hal ketika akan menikah, dari mulai materi, mental, fisik, dan lain
sebagainya. Kita harus mencari tahu masalah-masalah apa yang mungkin muncul
dalam sebuah pernikahan, apa yang akan terjadi ketika sudah punya anak, hal apa
saja yang akan terjadi dalam usia ke 3 atau ke 5 tahun usia pernikahan,
kebutuhan apa saja yang harus kita miliki dan lain sebagainya.
Ketika seseorang sudah menikah, kehidupan seseorang itu akan berubah 180
drajat. Awalnya kita hidup hanya untuk diri sendiri, mencari rejeki hanya untuk
diri sendiri (ya mungkin kasih ke keluarga sedikit), tiap weekend mau tidur
sampe mabok di rumah, liburan keluar kota bahkan keluar negeri sendiri bisa
kita lakuin. Dan semua itu berubah ketika kita sudah menikah, ada orang lain di
hidup kita yang harus dan mau nggak mau 'ikut campur' dalam kehidupan kita,
kita mencari rejeki akan lebih semangat karena ada orang lain jadi motivasi
kita (terutama kalau sudah punya anak), nggak bisa pergi liburan gitu aja
sendirian, tapi juga jadi ada yang nemenin kemana-mana, ada temen yang bisa
kita ajak cerita, teman sharing dan 'guru' ketika kita dalam kesulitan. Belum
lagi kalau pihak ketiga (mertua) turun tangan untuk menyelesaikan masalah kita
dengan pasangan, karena ya kita nggak bisa naif, di Indonesia peran orang tua
sangat-sangat-sangat masih berpengaruh meskipun kita sudah memiliki rumah
tangga sendiri.
So, before you decide to get
married, ask your self. Am I ready for marriage?
0 comments