• Home
    • Home alternate
    • Blog no sidebar
    • Blog Masonry
    • Pagination
  • About
    • Typography
    • Shortcodes
    • Archives
    • Grid
    • 404
    • Search Results
    • Form Elements
  • Portfolio
    • Portfolio single
  • Gallery
    • Gallery single
  • Contact

RUNI

Unspoken Thougt

Hai Readers! ngga kerasa ya udah akhir tahun lagi aja.
Nah sesuai janji (sebenernya ngga juga sih) akhirnya saya berhasil menyelesaikan satu buku lagi yang sudah bisa di pesan mulai awal bulan Desember ini.

Novel Antalogi yang saya beri judul Chrysanthemum ini bisa dibilang jadi karya fiksi pertama saya, di dalamnya terdiri dari 10 cerita (ada cerber, cerpen, dan prosa). Tema besarnya masih tetep tentang cinta sih, cuma lebih umum aja. Dari pada penasaran sih mending langsung pesen aja, mumpung masih dalam waktu PO hehhe. untuk infonya bisa di baca di bawah sini :

Pemesanan : 1 - 18 Desember 2016
Pembayaran : 15 - 25 Desember 2016
Pendistibusian buku : InysaAllah awal Januari 2017 (Tergantung banyaknya pesanan)
Harga : Rp65.000
info lebih lanjut Hubungi :
Line : runiyuniarti
email : yuniartiruni@gmail.com.


Ayo jangan sampai ketinggalan ya!!!
Hai Reader, Halo Coffee lover...
Ini postingan pertama saya tentang tips-tips. yang mungkin lebih manfaat daripada postingan-postingan saya biasanya, hehehe..
Semenjak coffee shop bertebaran dimana-mana, saya yang awalnya biasa aja sama kopi sekarang jadi suka banget. kayaknya tiap hari 'harus' minum kopi. Untung kesadaran saya akan gula darah masih cukup baik, jadi kadang kalau lagi 'sadar' saya bertahan untuk tidak minum kopi. Semenjak suka banget kopi saya jadi lebih bisa bedain rasa kopi instan biasa dengan kopi-kopi yang dijual di coffee shop (yang jelas harganya lebih mahal).

Setelah melihat tips yang pernah di share Sitta Karina di Blognya, saya akhirnya menemukan cara buat bikin kopi rasa coffee shop tersebut namun masih sesuai dengan harga kopi instan biasa. Di blog nya Mba Sitta memang diberitahukan mengenai bahan-bahan yang bisa digunakan, yang menurut saya masih cukup agak mahal untuk mahasiswa, hehe. Akhirnya saya bereksperimen dengan bahan-bahan yang jelas lebih murah. dan ternyata hasilnya pun cukup memuaskan.

untuk Kopinya, saya memakai kopi instan dari nescafe classic, dibawah ini tampilannya ya, harganya kalau ngga salah sekitar 6000-7000 dapet 10 saset harga berubah tergantung tempat belinya, mungkin kalau beli di pasar akan lebih murah. Kalau ingin mendapatkan rasa lebih enak dengan harga yang terjangkau, teman-teman bisa coba pakai kopi Aroma. Saya belum sempat coba karena belum sempat beli, namun sepertinya untuk kopi Aroma, pada akhirnya perlu di saring terlebih dahulu karena biasanya dia menyisakan ampas kopi.


Di blog Mba Sitta, dikatakan usahakan jangan pakai creamer, tapi di ganti pake susu UHT. dan ternyata memang benar, enaaak! untuk susu UHT nya saya pakai Ultra, karena harga yang lebih murah dari greenfield (yang memang menghasilkan kopi lebih enak). Harganya pun tergantung tempat membeli, untuk ukuran yang kecil seperti ini harganya sekitar 4500-5000. dan bisa dipakai 2-3 kali sesuai dengan selera masing-masing. 


untuk pemanis, karena di rumah tidak ada sirop apapun, dan untuk membeli pun harganya cukup mahal, akhirnya saya memilih untuk menggunakan gula putih yang sebelumnya dicairkan dulu menggunakan air panas, banyaknya gula pun tergantung selera masing-masing yaaa.. 

Cara pembuatan :
1. tuang kopi di dalam gelas. 
2. didihkan susu UHT.
3. cairkan gula putih menggunakan air panas.
4. campurkan semuanya. 
5. Silahkan menikmati kopi hasil sendiriii.



Kalau ada yang punya cara lain, boleh share di sini atau email ke yuniartiruni@gmail.com yaaa...
SELAMAT MENCOBAAA!!

Salam kopi. 












Seorang kerabat pernah berkata, "jodoh mah jorok, kita bisa ketemu mereka di mana aja." Dulu aku tidak begitu memikirkan hal tersebut, sampai pada akhirnya aku mengalaminya sendiri. 


Tiga tahun lalu, seperti yang teman-teman (read : yang suka baca blog ini) tau, aku dan beberapa teman berlibur ke Malang. Nah di sana, kami bertemu dengan orang yang berada di foto atas, kenalkan namanya Hamidiyawan, dia waktu itu jadi tourgide kami selama di Bromo (yang kami extend selama di Malang) akibat sikap dia yang friendly dan charming hehehe. 

Singkat cerita, aku dan mas Hamid ini masih intens komunikasi meskipun aku sudah di Bandung, kedekatan kami saat itu cukup menimbulkan beberapa drama di hidupku (yang nggak akan aku bahas di sini). Kurang lebih kami intens komunikasi selama 1 tahun, setelah itu kami sama sekali tidak pernah berkomunikasi, aku dan dia seperti dua orang yang tidak pernah bertemu sebelumnya, seperti dua orang yang tidak pernah saling mengenal. Oh iya, saat itu pun akhirnya dia memiliki kekasih.

Pada tahun 2015, setelah lebaran (aku lupa tepatnya hari ke berapa), tiba-tiba tanpa ada angin apa-apa mas Hamid menelfon ke handphone ku yang bahkan saat itu sudah tidak ada nama dia di contact ku. Hari itu aku bercerita bahwa aku akan melanjutkan sekolah dan kemungkinan akan kembali datang ke Malang untuk melakukan kerja praktek. Setelah hari itu, mas Hamid mulai sering terlihat lagi di media sosial ku, ntah hanya posting biasa atau mengomentari postinganku. 

Bulan-bulan selanjutnya berlalu tanpa ada kejadian apapun, sampai akhirnya pada sekitar bulan April-Mei 2016, aku menghubunginya kembali untuk bilang kalau aku jadi berangkat ke Malang, saat itu tujuannya memang karena ya hanya untuk memberi info dan meminta bantuan untuk acara liburan ku dan teman-teman selama di Malang. Saat itu aku sama sekali tidak (mau) berharap aneh-aneh, ya jujur drama-drama di tahun 2013-2014 cukup membuatku belajar dan menjadi lebih waspada, hehe. 

Sampai lah saatnya aku berada di Malang, selama dua minggu di sana, aku dan dia sempat bertemu sebanyak 3 kali. Komunikasi selama di Malang pun terjaga dengan baik. Beberapa teman yang mengetahui cerita lengkapnya pun memberikan pendapat yang berbeda, ada yang mendukung namun ada juga yang mengingatkanku untuk berhati-hati. Setelah 2 minggu berada di Malang, akhirnya sampai pada hari untuk aku kembali ke Bandung, ketakutan itu muncul lagi. Aku yang sudah kembali nyaman dengan keberadaan dia di keseharianku, di hidup ku harus bersiap kalau-kalau someday kami akan kembali menjadi dua orang asing dan tanpa ada kejelasan apapun sebelumnya.

Namun mungkin Allah berkata lain, Mas Hamid akhirnya menyampaikan niat nya untuk menikah denganku. Apa perasaan ku saat itu? Jelas kaget, dan mungkin sedikit tidak yakin. Ya aku tidak yakin dengan apa yang dia ungkapkan, aku takut dia berkata seperti itu hanya karena sedang terbawa suasana (karena kami sedang sama-sama sendiri dan habis bertemu secara cukup intens di Malang). Dalam keadaan itu aku selalu berdoa untuk diberikan kejelasan, diberikan keyakinan jika iya memang dia orang yang tepat untuk ku, memang orang yang selama ini aku tunggu.

Ternyata Allah menjawab doa ku, makin ke sini aku semakin yakin tentang dia, tentang kami. Kami memang sangat jarang bertemu, untuk bertemu satu bulan sekali saja rasanya sudah bersyukur. Komunikasi pun tidak seintens aku dengan mantan-mantanku dulu. Tapi rasa yakin itu tetap ada, rasa percaya ku pada dia juga datang begitu saja. Keyakinan ku ini pun akhirnya membuatku mudah untuk menceritakan hubungan kami secara detail pada orang tua, mengenai niat kami yang memang serius dan memang sudah terpikirkan untuk melangkah lebih jauh. Keyakinan ini juga yang membuatku lebih percaya diri untuk menjalin komunikasi dengan keluarganya, dengan adik-adiknya, bahkan dengan ibunya. Keyakinan ini membuatku melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah aku lakukan dengan mantan-mantanku sebelumnya.

Hubungan kami memang baru seumur jagung, kami masih harus banyak sama-sama belajar mengenai diri masing-masing. Kami masih harus sama-sama beradaptasi dengan hubungan jarak jauh ini, masih harus belajar untuk memahami perbedaan karakter kami masing-masing. Namun di balik itu semua, aku bersyukur dipertemukan dengannya, diberikan kesempatan kedua untuk bertemu dengannya. Kami memang belum tau kedepannya akan seperti apa, kami hanya bisa berdoa semoga niat baik kami diberikan jalan oleh Allah.

Terima kasih sudah meluangkan waktu sampai akhirnya kita bisa bertemu.
Terima kasih sudah meluangkan dan melakukan perjalanan 390km hanya untuk bertemu denganku.
Terima kasih sudah percaya dan menjaga kepercayaan ku selama ini.

Maaf kalau aku masih banyak kurangnya.
Maaf kalau aku masih bandel dan susah di bilangin.

Mohon untuk terus mengingatkan,
Saling mengingatkan, untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Menjadi pasangan yang lebih baik lagi. Membuat hubungan ini menjadi hubungan yang lebih baik dan lebih kuat.


Terima kasih, A Iya.
I miss you.



With Love,

Seruni. 






Sabtu malam kemarin saya mendapatkan informasi dari twitter kalau bakal ada workshop creative writing bersama Sitta Karina di Ciwalk, Bandung yang . Akhirnya aku ikut mendaftarkan diri di workshop tersebut. Hari minggunya, tanggal 25 September 2016 workshop ini di laksanakan di Ciwalk Bandung. Workshopnya sendiri mulai dari jam 16.30 sampai 18.00, dan oh iya workshop ini gratis loh! 


Workshop ini terbagi menjadi dua sesi, sesi pertama adalah pemberian materi dari Sitta Karina, dan sesi kedua adalah mini challenge. Mba Sitta menjelaskan materi mengenai pembuatan premis hingga outline dari suatu cerita. Setelah sesi penjelasan materi dan sesi tanya jawab selesai, akhirnya dimulai lah sesi terakhir dari workshop yaitu mini challenge. Para peserta diminta untuk menuliskan tema, target pembaca, hingga premis dari cerita yang akan atau sedang dibuat. Setelah itu, peserta juga diminta untuk upload inti dari premis tersebut di media sosial twitter, sehingga Mba Sitta dapat menilai dari tweet tersebut. Dari semua peserta yang mengikuti workshop akan di pilih 5 besar oleh Mba Sitta sebelum menentukan pemenangnya.

Karena bingung mau bikin outline cerita apa, akhirnya saya memutuskan untuk membuat outline dari salah satu cerita yang rencananya bakal ada di buku Antalogi Kumpulan Cerita yang InsyaAllah akan selesai akhir tahun ini. Jujur saat itu saya nothing to lose banget, jangankan jadi pemenang buat masuk 5 besar aja nggak kepikiran sama sekali. Dapet notebook gratis aja udah alhamdulillah, hehehe. Setelah lima belas menit, akhirnya Mba Sitta mengumumkan nama peserta yang masuk 5 besar dan akan diminta untuk membacakan keseluruhan outlinenya di panggung. Tanpa disangka-sangka, nama saya jadi nama dua yang dipanggil. Akhirnya dengan badan gemetar dan tangan dingin saya naik ke atas panggung dan membacakan apa yang saya tulis, seadanya, hehe.



Setelah kelima peserta membacakan premis dari setiap ceritanya, akhirnya tiba saatnya untuk Mba Sitta menyebutkan pemenangnya. Sepertinya dewi fortuna belum berpihak pada saya, yang menjadi pemenang adalah Sekar, yang memang ceritanya lebih unik dan imajinasinya jauh diatas saya, hehehe. Maklum, saya kan spesialis bikin cerita sehari-hari bukan cerita fantasi gitu, hehehe. 

Di akhir acara aku akhirnya memberanikan diri untuk minta ttd dan foto dengan Mba Sitta, mumpung ketemu hehe. Mba Sitta juga memberi pesan buat kita semua untuk terus menulis dan tetap bersabar jika ingin menerbitkan buku di penerbit besar.  





Di luar menang atau nggak nya saya pribadi sangat bersyukur bisa dateng ke acara workshop ini. Masuk 5 besar dari semua peserta yang dateng (sekitar 30) orang merupakan suatu hal yang cukup membuat saya senang dan bersyukur. Masuk 5 besar juga cukup jadi pecutan buat saya pribadi buat terus menulis dan harus siap dengan semua tantangan dan masalahnya. Seperti yang dibilang sama Mba Sitta, "keep writing" aku dengan senang hati akan menjawab, "yes, I will, Mba." 


Terimakasih atas kesempatan dan inspirasinya ya, Mba Sitta Karina :')





“meskipun kau telah banyak berubah, kau tetap bunga di hati ku”


Perasaanku campur aduk melihatmu berkembang dengan pesatnya.
Aku bangga padamu,
Aku senang,
Aku ikut menikmati perkembanganmu, sama seperti semua orang. Baik yang mengenalmu maupun tidak.
Dengan perubahanmu sekarang,
Semakin banyak orang yang ingin mengenalmu.
Semakin banyak orang yang penasaran dengan mu, dengan perjalananmu, sejarahmu.
Semua orang dari seluruh pelosok dunia datang,
Datang untuk mendekatimu, berkenalan dengan mu, ikut merasakan perkembanganmu saat ini.
Di balik mereka semua, ada aku yang ikut tersenyum, menangis.
Terharu sekaligus bangga atas pencapaianmu saat ini.
Aku senang jerih payahmu membuahkan hasil.
Aku ingat saat kau berusaha jatuh bangun untuk sampai seperti ini.
Aku ingat banyak orang yang meragukan mu,
Menyangsikan kehebatan mu, namun kau tetap yakin dan terus berusaha.
Namun di hati kecilku aku khawatir,
Khawatir kau akan berubah sepenuhnya,
Tidak seperti yang ku kenal dulu.
Aku takut,
Takut ketika aku pergi meninggalkanmu untuk sesaat, aku akan kehilangan dirimu sepenuhnya.
Aku takut kalau sisi keunikan mu hilang,
Tergantikan oleh semua jenis perkembangan yang canggih itu.
Semoga dengan perubahanmu saat ini, aku harap semakin banyak orang yang menyayangimu.
Semakin banyak yang ikut merawatmu.

Menjaga semua yang menjadi milik dan keunikanmu,

Terima kasih Bandung,

Terima kasih sudah mengizinkanku untuk lahir di sini,

Terima kasih sudah mengizinkanku untuk berkembang di sini.

Aku harap kau akan menciptakan sejarah baru,

Aku harap julukan Kota Kembang akan selalu melekat padamu.

Aku harap kau tetap menjadi Tanah Pasundan yang ku kenal selama ini.



“Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.” – Pidi Baiq




"Budaya adalah satu-satunya harta karun yang tidak akan pernah hilang akibat berjalannya waktu"


Pandji Pragiwaksono pernah bilang gini, "kenapa artis Korea, ntah musik ataupun dramanya lebih mudah 'go international' daripada artis Indonesia?" Masih kata Pandji, dulu ketika dia menjalani World Tour pertamanya, Messake Bangsaku banyak yang nanya "Mas kenapa nggak pake Bahasa Inggris? Kan keliling dunia?" terus Pandji jawab, "apakah kalau orang Korea keliling dunia lirik lagunya harus di ganti ke Bahasa Inggris?" tentu jawabannya tidak. Terus kenapa Budaya Indonesia rasanya tidak semudah itu masuk ke Negara lain? Let me try to explain. 

Sebelum membahas lebih lanjut, maaf-maaf nih buat para fangirl atau fanboy Korea. Postingan kali ini sama sekali tidak bermaksud buat menjelek-jelekan mereka, bahkan saya berharap Indonesia bisa belajar dari mereka. Kalau ada kata-kata yang dianggap kurang pas atau salah, maafkan saya ya Adik-Adik, saya bukan fans mereka soalnya, jadi ngga terlalu 'mengenal' mereka.

Pertama saya akan coba bahas dari drama-drama Korea, seorang teman pernah berkata, "sebenernya cerita-cerita Korea yang sekarang, yang cowoknya jutek padahal suka udah ada dari dulu di Indonesia, liat aja itu Tita sama Adit di  Eiffel I'm in Love." Saya pun langsung teringat dan berkata "iya juga yaaa," lalu langsung berpikir, kenapa Indonesia saat ini terkesan 'tertinggal' dari Negara Gingseng itu?  Jawabannya mungkin dulu sudah pernah saya bahas disini, kalau Korea buat karya itu tidak penah setengah-setengah, saya akui ide-idenya pun terkadang lebih bagus dari Indonesia, terutama bila dibandingkan dengan Sinetron Indonesia. Lalu, yang terlihat jelas, jadwal ditayangkan di televisi juga jauh berbeda, di Indonesia sendiri hampir semua Sinetron itu kejar tayang which is tayang setiap hari, dan tidak tanggung-tanggung sekali tayang bisa sampai 2 jam! Itu sih ngalahin film. Jadi, sangat wajar apabila ceritanya makin kesini makin terlihat monoton dan tidak masuk akal, para tim juga pusing kali lama-lama bikin karya yang kesannya 'dituntut' oleh rating, stasiun TV, dan pasar itu. Mungkin karena hal itu ke-idealis-an mereka lama-lama hilang begitu saja. 

Hal lainnya yang mungkin mempengaruhi adalah promosi, atau apa ya saya tidak menemukan kata-kata lainnya yang bisa menggambarkan maksud saya. Intinya, karya Indonesia itu banyaaaaakkkk banget yang bagus, musik, film, buku, bahkan mungkin sinetron dan sitkom. Akses orang Indonesia untuk 'mengetahui' hal-hal tersebut yang agak sulit, lebih sulit daripada musik dan drama-drama Korea. Ada yang tau film What They Don't Talk About When They Talk About Love karya Mouly Surya? Itu adalah salah satu film Indonesia yang bisa masuk Sundance Festival, salah satu festival film yang berkelas di Dunia. Dan kalian tau? Film ini cuma ditayangkan di beberapa Bioskop, seinget saya Blitz dan hanya dalam waktu singkat, ditambah tidak ada penanyangan di televisi. Padahal film ini juga cukup banyak menghasilkan prestasi di ajang Indonesian Movie Awards 2014. Salah satunya Ayushita yang memenangkan the best actris of the year kalau tidak salah.

Dari sisi sinetron, atau oke serial televisi, hmmm.... agak susah memang cari serial televisi sekarang yang masih bermutu. Hmmmm.... Sejauh ini agak berbeda dan sebenarnya mungkin bagus adalah Halfworlds karya Joko Anwar, yang hanya tayang di HBO dan TV kabel lainnya. Kenapa? Saya juga tidak tau, apakah memang konsep Joko Anwar yang hanya ingin ditayangkan di HBO, atau memang sudah kontrak dengan HBO, atau stasiun lokal tidak sanggup membayar atau lebih parahnya tidak mau membeli karena tidak sesuai dengan pasar?

Untuk musik, coba sebutkan musisi Indonesia siapa saja yang sudah berhasil buat konser di Luar Negeri? Banyak! Orkestra-nya Adie MS, musisi dari Elfa's dan Yovie kayaknya sudah tidak perlu kita masukan dalam hitungan. Maliq D’essenstial dan D’massive pun bahkan sudah pernah melaksanakan konser di luar Negeri, kalau tidak salah di Australia. Lalu kenapa musisi Indonesia ‘dirasa’ masih kalah dengan Musisi yang berasal dari Negeri Gingseng itu? Pertanyaan lain yang muncul dan mungkin paling mendasar, kenapa rakyat Indonesia sendiri terlihat seperti yang ‘tidak’ menghargai hasil karya sesama anak Negeri? Mengapa kita selalu ‘terkesan’ lebih memilih karya dari luar daripada dari negeri sendiri? Ask yourself.


"kalau bukan kita yang  menjaga dan mempromosikan budaya sendiri, hasil karya anak bangsa, siapa lagi?"


Pict : From Tumblr




Akhirnya aku bisa merasakan rasa senangnya dan terharunya Ika Natassa kalau ada yang memberikan review tentang karya yang sudah di buat. Jangan bandingkan tulisanku dengan tulisan-tulisan Ika Natassa, Dee Lestari, Sita Karina atau bahkan Kurniawan Gunadi, karena kualitas tulisanku masih jauh di bawah mereka semua. Tapi mungkin perasaan yang ku rasa bisa sebanding sama yang mereka rasakan.

Dari awal memang aku sudah suka menulis, dari mulai nulis buku diari dari jaman SD, cerita fiksi ala-ala anak SMP yang ditolak penerbit, curahatan di Blog ini yang bikin bergeridik sendiri karena baru sadar kalau itu tidak pantas untuk di-share di publik, sampai akhirnya memberanikan diri bikin buku beberapa tahun lalu.

Buku pertama yang dibuat punya judul "I Called It Life" dan jujur judul buku itu terinspirasi dari judul lagu "Called it Love" karya Lionel Richie. Ya namanya buku pertama, aku lebih banyak merasa tidak puas dan sedikit kecewa dengan karya sendiri. Merasa kalau materi di buku itu masih kurang matang, ada beberapa chapter yang sebenarnya benar-benar tidak penting, dan lain sebagainya. Tapi hasrat buat terus nulis dan berbagi dengan banyak orang itu terus ada. Sampai pada akhirnya saat sudah lulus kuliah S1 waktu itu which is three years ago, aku kembali tertarik untuk 'merombak' buku pertama itu dan membuat konsepnya menjadi lebih matang. Dari mulai memperbaiki sub-chapter yang sudah ada, membuat sub-chapter baru, sampai penggantian judul. Jadi lah buku L.I.F.E (Learn, Image, Fate, Exist). Kenapa judulnya itu? Karena sebenarnya di dalam hidup itu kita akan terus bertemu dengan keempat hal tersebut (mau tau lebih lanjut, silahkan beli atau baca bukunya ya, hehe).

Perjalanan sampai akhirnya perombakan selesai pun tidak mudah. Mulai dirubah dari mulai tahun 2013, terpotong karena sibuk cari kerja, kerja, les, dan laptop rusak, sehingga file-nya stuck di Laptop lama, sampai akhirnya file itu berhasil dipulihkan. Dengan semua drama itu, buku L.I.F.E ini berhasil diselesaikan pada tahun 2015. Gila! 'rombak' aja butuh waktu 2 tahun. Setelah proses editing typo beberapa kali, akhirnya buku itu resmi terbit di nulisbuku.com.  Setelah buku itu terbit, aku pribadi masih kurang puas dengan buku ini, bahkan sampai sekarang. Aku masih selalu merasa kurang, dan selalu merasa masih banyak yang seharusnya aku kembangkan waktu itu.

Namun ternyata animo orang-orang cukup baik, berbeda dengan apa yang aku sebenarnya rasakan. Ya semakin maraknya media sosial, aku jadi lebih mudah untuk mempromosikan buku ini. Meskipun kebanyakan yang membeli itu masih teman atau kerabat, namun kepuasan itu pelan-pelan muncul pada diriku, rasa senang karena dapat berbagi dengan mereka, dan terharu ketika beberapa dari mereka bilang bahwa aku menjadi 'inspirasi' untuknya, terutama untuk mereka yang memang juga senang menulis.

Ketika sudah mendapatkan review yang bermacam-macam, yang positif maupun negatif, rasanya berapa banyak buku yang terjual, berapa banyak untung yang aku terima itu tidak ada apa-apanya. Respon dari mereka yang mendorong ku untuk terus berkarya dan berkarya lagi sampai saat ini, sampai masa depan yang tak terhingga. Mereka yang mendorong ku terus untuk terus menghasilkan tulisan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Jujur, mungkin dulu aku 'menghasilkan' buku hanya demi 'bertambahnya uang jajan' namun saat ini hal tersebut sudah bukan point utama lagi. Terus berkarya, terus menulis, terus mewakili mereka yang merasakan hal yang sama, dan terus memberikan 'inspirasi' terasa lebih indah dan berarti daripada pundi-pundi rupiah (ini serius, ya meskipun rupiah juga perlu sih hehehe).

Terakhir aku mau ucapkan terima kasih sekali buat teman-teman, kerabat, atau mungkin orang lain yang setia baca blog ini, yang sudah membaca buku L.I.F.E ntah yang beli atau pinjam. Terima kasih sudah selalu mengingatkan, memotivasi ku untuk terus menulis, dan berkarya. Mohon tunggu karya selanjutnya yaa.. Semoga cepat selesai dan memberikan inspirasi lagi untuk teman-teman semua :)



Regards,


Seruni Yuniarti..




"Khayalan ditambah kerja keras = kenyataan" - Pandji Pragiwaksono





Hai Readers! Apa kabar?

Untuk kali ini saya nggak akan posting tentang pendapat pribadi atau cerpen hehe. Kali ini saya cuma mau cerita (singkat) tentang 2 project besar jangka panjang, dan satu project ya kecil lah untuk jangka pendek. Here we go.

Setelah selesai dengan buku L.I.F.E yang Alhamdulillah sudah 3 kali dibuka proses pre-ordernya dan setelah dapat insight seletah membaca bukunya Mas Pandji, yang Nasional.Is.Me dan Menemukan Indonesia, saya jadi terdorong untuk memberikan sesuatu untuk Kota tempat lahir dan tinggal saya hingga saat ini, Bandung. Dalam bentuk apa karyanya? Yang jelas berupa tulisan, buku, yang (InsyaAllah) ditulis oleh dua orang, saya pribadi dan salah satu teman saya. Sebenarnya judulnya sudah ada beberapa yang sedang di 'godok' isinya pun sudah mulai dibicarakan, tapi untuk jelasnya nanti saya jelaskan kalau sudah 80% selesai aja yaa.. Btw, nanti buku ini bisa teman-teman download gratis ebook-nya di hari Ulang Tahun Kota Bandung, 25 September tahun ini. Doakan lancar terus yaa, biar bisa selesai tepat waktu.

Project kedua adalah kembali membuat buku fiksi (novel). Project ini pun rencananya dikerjakan oleh dua orang saya dan Indah Sundari, mungkin untuk beberapa teman-teman nama itu sudah tidak aneh ya? Secara dia adalah salah satu finalis Wanita Muslimah tahun 2014. Oke, kembali membahas project kedua ini, rencananya cerita novel ini mengandung hal-hal yang berbau psikologi, kenapa? Karena kami bedua ingin membagikan ilmu yang sedang kami pelajari, hehehe.  Namun untuk project kedua ini kami berdua masih belum tau kapan bisa selesai, karena sejujurnya kami berdua sama-sama dikejar dengan kesibukan masing-masing. Doakan semoga bisa cepat selesai dan berbagi dengan teman-teman semua ya!

Dan project terakhir yang merupakan project kecil-tapi-harus-konsisten ini adalah kembali 'memelihara' blog review film saya, yaitu scriptcatcher.wordpress.com. Akhir-akhir ini memang blog saya agak terlantar. Maka dari itu, setelah mendapatkan saran dari teman-teman, saya akan mulai rajin menulis review film lagi (yang sebenarnya list-nya sudah numpuk. banget). Untuk membantu agar konsisten, saya punya rencana untuk mem-posting time table setiap bulan yang isinya film apa saja dan kapan saja itu akan saya posting di blog dalam satu bulan. Semoga dengan hal tersebut saya bisa terus konsisten ya dalam menulis, dan mengeluarkan semua yang ada di kepala saya. Karena jujur, ketika terlalu banyak ide yang ada tapi tidak dikeluarkan (di luar ide itu luar biasa atau biasa saja) rasanya sangat tidak enak dan menganggu, hehe.


WISH ME LUCK!








"Pendidikan itu bukan hanya peraturan tapi juga pendewasaan."





Saat ini di Indonesa lagi gencar banget untuk memperketat Sensor Film maupun acara TV. Sering kan nonton acara yang rasanya semuanya di sensor? Kalau saya tidak salah (mohon koreksi kalau salah) acara Pemilihan Putri Indonesia atau Miss Indonesia juga sampai di sensor? Harus sampai sebegitunya kah?Really? 

Katanya sih tujuan awalnya adalah untuk meminimalisir dampak negatif dari tampilan 'vulgar' atau kurang cocok untuk anak dibawah umur (read : under 17 or under 21). Rencana kebijakan ini pun akhirnya booming dan menjadi pembahasan banyak orang. Dari mereka yang pasti terkena dampak langsungnya yaitu artis, pekerja TV dan film, sampai orang-orang awam kayak saya.

Beberapa waktu lalu Joko Anwar pernah mengeluarkan pertanyaan di account twitter-nya, kurang lebih inti pertanyaannya adalah apakah orang-orang setuju dengan kebijakan dalam memperketat sensor film, beserta alasannya. Ada yang setuju, namun ada juga yang tidak setuju. Ya namanya juga kontroversi, yak.. Kalau saya pribadi kurang setuju sih sebenarnya, karena seperti apa yang saya tulis di atas tadi, seperti apa yang seorang Pandji Pragiwaksono pernah ungkapkan juga di salah satu bukunya, bahwa pendidikan yang baik itu tidak harus melulu dipenuhi dengan aturan-aturan, tapi pendidikan yang baik itu adalah proses pembelajaran yang dapat membantu pembentukan kedewasaan pada seseorang. Mungkin tujuan awal dibuatnya kebijakan itu sudah baik, tapi apakah cara 'memberikan banyak aturan' tersebut sudah cukup efektif?

Apakah usaha pemerintah berhasil dengan selalu menutup atau memblokir akses Website yang mengandung pornografi dan pornoaksi? Jawabannya, berhasil untuk sementara waktu, sebelum muncul ribuan Website lainnya yang content-nya sama seperti Website yang sudah pernah di blokir. Apakah kebijakan tersebut sudah tepat sasaran? Dan menjamin akan memperbaiki 'moral' bangsa seperti tujuan asalnya?

Kalau menurut salah satu teori Psikologi, yaitu Psikoanalisa, struktur kepribadian seseorang itu terdiri dari 3 hal, yaitu Id (dorongan-dorongan atau keinginan individu), Ego (salah satu yang mengontrol dorongan-dorongan yang dimiliki), dan Superego (aturan-aturan atau nilai-nilai yang ada di dalam diri individu itu sendiri). Nah, kalau menurut teori ini apabila seseorang memiliki keinginan yang cukup besar di dalam dirinya ia akan cenderung melakukan apapun untuk membuat keinginannya itu terpenuhi. Fungsi aturan disini hanya sebagai filter awal, atau yang menjadi pertimbangan apakah keinginannya itu akan ia keluarkan atau tidak. Tapi keputusan akhirnya itu ada di tangan Ego, sanggup kah ia memfilter mana keinginan yang harus di keluarkan dan mana yang tidak.

Seperti apa yang sudah aku katakan tadi, bahwa Superego itu dibentuk oleh aturan-aturan atau norma yang berlaku di suatu lingkungan, nilai Agama pun masuk di dalamnya. Sedangkan salah satu pertanda apakah Ego dapat memilah keinginan atau dorongan adalah dilihat dari kedewasaan seseorang, individu yang sudah lebih matang secara teori lebih bisa mengontrol keinginannya, lebih bisa 'menjebatani' antara Id dan Superego yang ia miliki.

So, apakah kebijakan yang mungkin akan dibuat oleh pemerintah itu sudah pasti efektif? Belum tentu. Meskipun terdapat banyak larangan dan kebijakan yang bertujuan 'membatasi' keinginan seseorang, tetap semuanya kembali ke pribadi individu itu sendiri. Apakah mereka akan membatasi perilakunya atau tidak? Apakah mereka benar-benar mampu mengikuti kebijakan itu dengan lapang dada dan tidak kembali memutar otak supaya tetap dapat memenuhi keinginannya?

Kalau menurut saya pribadi, lebih baik 'perketat' kebijakan yang sudah ada, misalnya untuk masalah film, bisa lebih di tekankan dikategori film itu sendiri, apakah SU (Semua umur), PG (Parental Guidance), atau R (Resticted). Buat semua pihak mengikuti dan memahami dengan jelas dari setiap kategorinya, dari mulai film maker, pegawai bioskop, sampai para orang tua. Ajarkan anak-anak mereka mengenai apa yang mereka boleh tonton dan tidak beserta alasannya. Ajarkan apa yang mereka boleh lakukan dan tidak beserta alsannya. Memang pasti lebih susah karena memerlukan kerjasama dari semua pihak. Tapi bukannya itu sepadan apabila hasilnya akan jauh lebih efektif?








Siapa yang tidak kenal Pandji Pragiwaksono? Dulu pertama kali saya tau Mas Pandji ini ketika nonton acara 'Kena Deh' di salah satu stasiun TV swasta, dari situ juga saya tau kalau Mas Pandji ini adalah (mantan) pacarnya teman kerja Kakak saya --oke yang ini nggak penting.-- 

Balik lagi ke karya-karyanya Pandji, lulusan dari FSRD ITB ini bisa dikatakan berjibun, dimulai dari acara tv, penyiar, lagu rap, buku, sampai stand-up comedy. Dia juga jadi komika pertama dari Indonesia yang melakukan tur dunia. Dan buku Menemukan Indonesia inilah yang menjadi salah satu bukti dari perjalanannya seorang Pandji Pragiwaksono keliling dunia. 

Sebenarnya saya pribadi bukan penikmat setia Pandji dari lama, saya mulai mengikuti karya dia setelah nonton Provoactive Proactive di Metro TV. Nggak lama dari situ saya mulai rajin nontonin video Stand-Up comedy nya dari Youtube, dan  follow twitternya. 

Buku pertama dan satu-satunya saya baca sebelum yang ini adalah Nasional.Is.Me, singkatnya buku itu menceritakan bagaimana optimisme Pandji tentang Indonesia, dan saya akui buku itu banyak membuka pandangan saya mengenai Indonesia, ya kurang banyak cukup mengurangi penilaian negatif saya tentang negara sendiri lah. Kemudian, selang berapa tahun diterbitkanlah buku ini, Menemukan Indonesia, waktu saya tau ada Pre-Ordernya, saya langsung dengan semangat dan sigap memesan buku ini. Karena saya tau, saya tidak akan pernah kecewa dengan semua karya Mas Pandji. 

Dugaan saya benar, membaca buku ini membuat saya ikut merasakan hadir diantara Tim Mesakke Bangsaku World Tour (MBWT),  ikut merasakan kegembiraan mereka, ikut tertawa ketika ada yang dirasa lucu, atau ikut menyeringit ketika ada sesuatu yang diluar ekspektasi saya tentang suatu Negara. Penuturan Pandji sangat enak untuk diikuti, dan rasanya menjadi sangat dekat dengan figur Pandji sendiri. 

Buku ini juga menjadi tamparan untuk saya pribadi, ada satu bagian yang rasanya sangat mengena untuk saya. Pandji mencoba mengajak kita lagi untuk berbuat sesuatu yang ditujukan untuk Indonesia, gaya pembahasaan yang persuasif tidak terkesan menggurui dan buat saya pribadi sih cukup terajak, meskipun sampai saat ini masih tidak tau mau melakukan apa. 

Buat para penikmat karya-karya Pandji (dan belum kebagian PO buku ini), orang-orang yang memiliki optimisme mengenai Indonesia tapi don't know what to do, atau untuk mereka yang pesimis atau 'benci' sama Indonesia, saya sarankan untuk beli dan baca buku ini sesegera mungkin setelah dijual di toko buku, kalau saya tidak salah mulai 18 Maret 2016 nanti. 



PS :  kalau Mas Pandji baca ini, saya sangat tidak sabar menunggu film Dokumenter Menemukan Indonesia, dan tur Stand-up Juru Bicara. Semoga saya bisa datang ke Jakarta dan menontonnya secara langsung. Terima kasih Mas, atas Inspirasi yang sudah dibagikan pada kami. :)
  • Older posts →
  • ← Newer Posts

About Me

Movie, Book, Food enthusiasm, Writter (?), Master Studernt, co-founder scriptcathcer.wordress.com.
Labels
  • Bandung
  • Buku
  • Dessert
  • Ice Cream
  • L.I.F.E
  • Lesson
  • Life
  • Marriage
  • Menemukan Indonesia
  • menulis
  • Novel
  • Nuhun Kang Emil.
  • nulisbuku
  • Pandji Pragiwaksono.
  • Pantai Indah Kapuk
  • Pengalaman
  • Project
  • Review
  • Sunsilk Kilau Fest
  • Visit Bandung
  • Wisata kuliner.
  • workshop

Visitors

Popular Posts

  • i was enchanting to meet youuuu~
    lagu ini lagi jadi lagu favorite saya sekarang-sekarang, mungkin karna lyric-nya lagi pas banget sama hati, hahaha. coba dengerin dan resapi...
  • Camellia Shari Ramdhan Pasha
    "We don't meet everyday, not even every months. But I've known you for all my life. Family." Now, I will write a...
  • be your self, no matter what !
    kenapa saya masang 2 gambar diatas? karena dua orang diatas bisa jadi contoh supaya kita bisa mencintai diri kita apa adanya. yang pertama a...
  • "I Called it Life"
    sebenarnya banyak hal yang bisa kita bahas di hidup ini.. apa sebenarnya hidup itu, bagaimana seharusnya kita dan lain sebagainya. buanyaaa...
  • COMING SOON! : L.I.F.E
    "Do it with your heart, and the result will be spectacular!" Hai Readers!! apa kabar? Maafin ya makin sini ...
  • LIFE = WHEELS
    hidup itu kayak roda, kayak bianglala, muter, dinamis, gak jalan di tempat, gak gitu-gitu aja. mungkin isi blog ini gak jauh beda sama isi...
  • hati-hati dengan hati, kawan!
    hati memang sering dijadikan alasan dari apa yang kita lakukan. hati sering dianggap seseuatu yang paling ngerti tentang diri kita. tanpa ki...
  • Selamat Ulang Tahun, Bandung!
    “meskipun kau telah banyak berubah, kau tetap bunga di hati ku” Perasaanku campur aduk melihatmu berkembang dengan pesatnya. ...
  • it just about time
    sebenernya saya bingung mau nulis apa, hahahahaha. lagi-lagi disini saya mau cerita tentang kehidupan pribadi (maaf ya, hehe) tapi bukannya ...
  • korea addict!
    setelah lama gak posting skrg saya mau coba ngebahas yang sebenernya gak 100% saya paham. sekarang hampir di seluruh duniaaaa terutama di In...

Twitter

Twitter

Instagram

Instagram

Electronic Mail

Electronic Mail

la mia parola

la mia parola

Archive

  • ► 2017 (1)
    • ► January (1)
  • ▼ 2016 (10)
    • ▼ December (2)
      • Pre-Order : Chrysanthemum
      • Tips : Bikin Kopi 'rasa cafe' dengan hemat.
    • ► November (1)
      • 16 yang ke lima (still counting)
    • ► September (2)
      • Pengalaman : Mengikuti Workshop Menulis dengan Sit...
      • Selamat Ulang Tahun, Bandung!
    • ► August (2)
      • Indonesia vs Korea Selatan
      • My Pleasure :')
    • ► May (1)
      • (NEXT) BIG PROJECT
    • ► April (1)
      • Kedewasaan VS Keteraturan
    • ► March (1)
      • Review Buku : Menemukan Indonesia by Pandji Pragiw...
  • ► 2015 (11)
    • ► November (2)
    • ► October (1)
    • ► September (1)
    • ► August (1)
    • ► May (1)
    • ► April (2)
    • ► March (1)
    • ► February (1)
    • ► January (1)
  • ► 2014 (9)
    • ► December (3)
    • ► November (2)
    • ► October (1)
    • ► June (1)
    • ► March (1)
    • ► January (1)
  • ► 2013 (8)
    • ► December (1)
    • ► October (1)
    • ► September (2)
    • ► July (1)
    • ► May (1)
    • ► January (2)
  • ► 2012 (26)
    • ► November (2)
    • ► October (1)
    • ► September (2)
    • ► August (1)
    • ► July (2)
    • ► June (2)
    • ► May (3)
    • ► April (2)
    • ► March (2)
    • ► February (4)
    • ► January (5)
  • ► 2011 (14)
    • ► December (2)
    • ► November (1)
    • ► October (1)
    • ► September (1)
    • ► August (5)
    • ► July (1)
    • ► June (1)
    • ► February (1)
    • ► January (1)
  • ► 2010 (11)
    • ► December (1)
    • ► October (1)
    • ► July (2)
    • ► May (2)
    • ► April (1)
    • ► March (3)
    • ► February (1)
  • ► 2009 (4)
    • ► December (1)
    • ► July (2)
    • ► May (1)

I Called it LIFE

I Called it LIFE

friends

  • Alyssa Soebandono
    9 years ago
  • hot chocolate and mint
    2 weeks ago
  • Oracular Spectacular
    11 years ago
  • RUNI
    8 years ago
  • SCRAPTERRA
    7 years ago
  • Sosial & Budaya
    11 years ago

Followers

RUNI
  • Home
Created by ThemeXpose. All Rights Reserved.